BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dikemukakan
tentang teori-teori yang dapat memberikan gambaran terhadap variabel-variabel
yang diteliti. Oleh karena itu, dalam uraian berikut akan diungkapkan tentang
atletik, teknik melempar cakram,
media simpai, dan metode bermain.
A. Pendidikan Jasmani
Menurut Winarno (2006: 82). Pendidikan
jasmani adalah pendidikan yang menggunakan aktivitas jasmani sebagai media
dalam mencapai tujuan, sehingga guru penjas harus menempatkan siswa sebagai
subyek pelaku kegiatan bukan sebagai objek pembalajaran. Sedangkan menurut Roji
(2006:05) “Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan
aktivitas jasmani dan membiasakan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Materi pendidikan jasmani dijabarkan melalui pembelajaran dasar gerak-gerak
olahraga, sementara materi kesehatan dijabarkan melalui uraian singkat mengenai
pentingnya melakukan pola hidup sehat”. Menurut Abdullah & Agus (1994:3)
“Pendidikan jasmani adalah pendidikan dari jasmani dan perlu diberikan di
lembaga pendidikan karena aktivitas jasmani yang berbentuk latihan memberikan
manfaat bagi peserta didik dalam bentuk kesegaran jasmani dan pemeliharaan
kesehatan”. Jadi dapat dikatakan bahwa
satu satunya tujuan dari pendidikan jasmani adalah memelihara dan meningkatkan
kesegaran jasmani dan kesehatan.
B. Pembelajaran Pendidikan Jasmani
Olahraga dan Kesehatan
Menurut Dimyanti (2006:297)
“Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada
penyedian sumber belajar”. Sedangkan menurut Menurut Wikipedia (2011 : http://id.wikipedia.org) “Pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar”. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan
kapanpun.
Menurut
Widijoto (2010:1)
Pendidikan
jasmani merupakan bagian integral dari system pendidikan secara
keseluruhan,bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan
gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran stabilitas
emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat, dan pengenalan lingkungan
bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang
direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
nasional.
Menurut Mu’arifin (2001 : 55) “
Pembelajaran Dikjas bukan sesuatu yang asing bagi diri siswa, sebagaiman
aktivitas gerak yang dilakukan dalam kesehariannya, yang merupakan perwujudan
dari karakteristik mendasar dirinya, yaitu dinamis, aktif dan adaptif”.
Muarifin juga menjelaskan bahwa seyogyanya Pendidikan Jasmani disikapi secara positif
oleh siswa. Tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Banyak faktor yang
menyebabkan keberagaman sikap siswa terhadap pembelajaran pendidikan jasmani
olahraga dan kesehatan. Faktor-faktor
itu dapat dilacak dari model-model pembelajaran yang digunakan guru dalam
pembelajaran.
Menurut Badan Standar Nasional
Pendidikan (2006:512) “Suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang
di desain secara sistematik untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan
keterampilan motorik, yang akan baik pelakasanaannya aapabila didukung dengan
pengetahuan tentang cara melakukannya, perilaku hidup sehat, aktif, akan
mengembangkan sikap jujur, disiplin, percaya diri, tangguh, pengendalian emosi
serta kerja sama saling menolong.
Dalam pembelajaran pendidikan jasmani
terdapat tujuannya yaitu:
Menurut
Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:512).
(1)
mengembangkan
keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan
kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan
olahraga yang terpilih, (2) meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan
psikis yang lebih baik, (3) meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak
dasar, (4) meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi
nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan, (5) mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab,
kerjasama, percaya diri dan demokratis, (6) mengembangkan keterampilan untuk
menjaga keselamatan diri, orang lain dan lingkunga, (7) memahami konsep
aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi
untuk mencapai pertumbahan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran,
terampil, serta memili sikap yang positif.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran pendidikan jasmani adalah proses interaksi antara guru
pendidikan jasmani dengan sumber belajar
yang terjadi pada lingkungan belajar dengan salah satu tujuannya adalah
mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan
pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai
aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih.
C. Karakteristik Anak SMP
Masa
remaja awal adalah periode kegelisaha atau ketiksamaan. Pada usia ini siswa
siswa berada pada masa perkembangan bukan anak-anak ataupun orang dewasa (Annarino.
1980:175).
Annarino (1980:176) Karakteristik usia (kelas
7 dan 8) dibagi menjadi 3 fisiologis, psikologis, sosiologis.
Karakteristik
fisiologis: (1) kebutuhan istirahat sam dengan orang dewasa (8 sampai 8 ½ jam),
(2) merasakan perlawanan yang tak terbatas dan sumber energi yang tak terbatas;
mudah lelah tetapi enggan mengakuinya, (3) cenderung menolak untuk mendapatkan
waktu yang tidak mencukupi; kurang energi untuk belajar, (4) periode
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, pemeriksaan kesehatan berkala adalah
penting, (5) meningkatkan dalam hal nafsu makan karena pertumbuhan yang cepat
karena kehilangan nafsu makan, (6) Tekanan seksual meningkat, (7) kecanggungan
dan kondisi yang kurang baik sering kali muncul, (8) anak laki-laki sekarang
menjadi lebih cepat dan lebih kuat daripada anak perempuan, anak perempuan
menjadi lebih matangsecara seksual, (9) kesiapan untuk keterampilan olahraga,
karakteristik Psikologis: (1) keinginan yang kuat untuk belajar belajar
keterampilan, (2) mencurahkan energi pada fantasi, (3) kesadaran seks, (4) ketertarikan
pada mata pelajaran teknik dan alat, (5) pemikiran abstrak berkembang lebih
capat, (6) jangkauan perhatian meningkat, (7) keingintahuan dan perhatian
tentang semua yang terjadi dan seringkali cemas atas beberapa persoalan kecil,
(8) imitasi orang dewasa adalah hal lazim, (9) menikmati praktik untuk
perbaikan, Karakteristik Sosiologis: (1) kepahlawanan dan kecanduan ibadal
adalah hal lazim, (2) keinginan untuk menjadi bagian suatu kelompok, (3) mengakui
moral dan etika, (4) keinginan untuk petualangan dan kegembiraan, (5) emosi
mudah naik dan menghilang, (6) keinginan kuat untuk status kelompok, (7) perkembangan
persahabatan permanen (8) keinginan untuk menjadi temnan sekelasnya, (9) sering
kali malu, sadar diri, dan kurang percaya diri, (10) sikap menutup diri masih
muncul, (11) menentang otoritas, (12) tertarik untuk didekati, (13) keranjingan
pada lawan jenis atau sesame jenis, (14) cenderung sesuai mood, labil, dan kurang istirahat.
Adolesensi
atau masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Masa ini berlangsung antara usia 8 sampai 12 tahun. Adolesensidimulai
dengan percepatan rata-rata pertumbuhan sebelum mencapai kematangan seksual,
kemudian timbul fase perlambatan, dan berhenti setelah tidak terjadi
pertumbuhan lagi, yaitu setelah mencapai masa dewasa. Perubahan fisik selama
adolesensi menunjukkan beberapa indikasi indikasi terutama bervariasi pada
sumbu kegemukan dan kekurusan. Anak laki-laki meningkat ke arah bentuk ramping
dan berotot terutama pada anggota badan, sedangkan anak perempuan meningkat kea
rah keduanya (Sugiyanto & Sudjarwo. 1991:137).
Potensi
keterampilan gerak anak adolesensi (Sugiyanto & Sudjarwo, 1991:137) sebagai
berikut, (1) anak-anak masa adolesensi yang memiliki gerakan-gerakan yang baik,
mereka telah memiliki pengalaman keterampilan gerak dasar utama di masa
kanak-kanak, (2) anak-anak adolesensi berpengalaman dalam penggunaan waktu
dalam belajar penampilan gerak secara efisien, (3) anak laki-laki maupun
perempuan masa adolesensi memiliki kecakapan dalam berbagai kegiatan fisik, (4)
pada masa adolesensi ini anak-anak memiliki pengembangan gerak dengan variasi
yang luas.
Masa
adolesensi adalah masa yang tepat bagi anak untuk belajar keterampilan dan
pengembangan banyak bidang secara menyeluruh. (Sugiyanto & Sudjarwo,
1991:138).
D. Pembelajaran Lempar Cakram
Materi pembelajaran lempar cakram
disetiap jenjang pendidikan selalu muncul. Mulai dari Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Materi yang di
berikan disetiap jenjang berbeda, di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
khususnya kelas VIII diajarkan materi lempar cakram. Hal tersebut berlaku pula
pada SMP Negeri 2 Pare, materi lempar
cakram diberikan di kelas VIII semester
2.
Lempar cakram merupakan teknik lempar yang memerlukan
rotasi badan dan kaki, (Suherman 2001:19). Olahraga lempar cakram adalah
olahraga yang menggunakan suatu alat yang disebut cakram. Cakram terbuat dari
bahan kayu atau bahan lain yang sesuai, pinggiran atau tepi cakram dilindungi
metal atau besi yang dibuat melingkar (Suherman 2001:245).
Adapun cara memegang cakram adalah dengan membuka telapak
tangan dan jari tangan, cakram diletakkan di tengah dan tekan oleh satu ruas
jari. Untuk berat dan diameter cakram antara putra dan putri berbeda. Putra
berat cakram 2 kg dengan diameter cakram 219-221 mm, sedangkan untuk putri
berat cakram 1 kg dengan diameter cakram 180-182 mm (Roji 2006:102).
Berdasarkan uraian di atas lempar cakram adalah olahraga
yang menggunakan alat yang disebut cakram, dengan berat cakram 2 kg untuk putra
dan 1 kg untuk putri.
Teknik-teknik
melempar cakram menurut Roji (2006:102).
1. Cara memegang cakram yaitu siswa memegang
cakram dengan buku jari, meletakkan ibu jari pada samping cakram dan menekkan
pergelangan tangan agak kedalam. Beberapa variasi grip dapat terjadi (misalnya,jari tengah dan telunjuk dapat dirapatkan
daripada direnggangkan.
Gambar 2.3 Teknik
memegang cakram
(sumber: Roji, 2006:103)
2. Tahap persiapan yaitu, (a) berdiri sikap menyamping arah lemparan dan kedua kaki dibuka
selebar bahu, (b) cakram dipegang dengan kedua tangan. 3. Tahap gerakan yaitu, (a) ayunkan cakram
dengan tangan kanan ke arah kanan bersamaan kedua lutut direndahkan, pandangan
dan badan menggikuti arah gerak cakram, (b) ayunkan kembali cakram dengan
tangan kanan ke depan atas, diikuti gerakan badan, pandangan dan lutut naik,
(c) saat lengan posisi lurus serong atas lepaskan cakram dari pegangan tangan. 4. Akhir gerakan
yaitu, (a) setelah cakram lepas dari pegangan
tangan, gantikan posisi kaki kiri yang berada di depan dengan kaki kanan, (b) sikap
kaki kiri berada di belakang, badan rileks, (c) pandangan mengikuti arah
lemparan.
Gambar 2.4 Serangkaian
gerakan melempar cakram gaya menyamping dari gerakan
awalan sampai akhir
(Sumber:
Roji, 2006:104)
C. Media Simpai
Secara harfiah media diartikan perantara
atau pengantar. Selain itu media dapat diartikan pula sebagai benda yang dapat
dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen
yang digunakan untuk kegiatan. (Fatah, 2004:125). Menurut Dwiyogo
(2008:1)”media pembelajaran adalah segala bentuk dan saluran yang dapat
digunakan dalam suatu proses penyajian informasi”. Sedangkan menurut Santyasa
(2007:3)” media adalah salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa
pesan dari komunikator menuju komunikan”.
Simpai adalah lingkar atau gelang-gelang
dari rotan, sedangkan yang dimaksud dengan media simpai adalah benda yang
berbentuk lingkar atau gelang-gelang rotan dari kayu yang digunakan sebagai
perantara komunikasi antara guru dengan murid pada saat proses pembelajaran
berlangsung.
Dari berbagai uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa media adalah alat atau metodik dan teknik yang digunakan
sebagai perantara komunikasi antara guru dan murid dalam rangka lebih
mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses
pendidikan pengajaran di sekolah.
Mengenai
fungsi media itu sendiri pada mulanya kita hanya mengenal sebagai alat bantu
dalam kegiatan belajar mengajar yakni memberikan pengalaman visual pada anak
dalam rangka mendorong motivasi belajar, memperjelas, dan mempermudah konsep
yang kompleks dan abstrak menjadi lebih sederhana, konkret, mudah dipahami (Fatah
2004:125).
D. Metode Bermain
Bermain adalah suatu kegiatan yang
menyenangkan. Kegiatan bermain sangat disukai oleh para siswa. Bermain yang
dilakukan secara tertata, mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan siswa.
Bermain dapat memberikan pengalaman belajar siswa yang sangat berharga untuk
siswa. Pengalaman itu bisa berupa membina hubungan dengan sesame teman dan
menyalurkan perasaan yang tertekan.
Furqon (2006:3) “Permainan adalah
berbagai bentuk kompetisi bermain penuh yang hasilnya ditentukan oleh
keterampilan fisik, strategi,atau kesempatan yang dilakukan secara perorangan
atau gabungan”. Sedangkan menurut Furqon (2006:3) ”Permainan dapat
didefinisikan sebagai aktivitas yang dibatasi oleh aturan-aturan yang lengkap
dan terdapat suatu kontes diantara para pemain agar memperoleh hasil yang
diprediksi”. Menurut Furqon (2006:3).
Meskipun
permainan dapat dianggap suatu kontes, tetapi ada perbedaan-perbedaan penting
di antara permainan dan kontes-kontes yang lain. Perbedaan tersebut adalah
sebagi berikut: (1) Permainan berada di dalam modalitas bermain (play modality), (2) menang atau kalah
merupakan kondisi yang tidak langgeng (short-lived
condition) yang hanya relevan untuk permainan, (3) permainan dapat
dimainkan kembali dengan awalan yang sama, (4) permainan memerlukan kerjasama
di antara para pemain dalam mengikuti dan menaati peraturan yang tegas dan
perilaku-perilaku bermain-permainan (game-play
behaviors) yang lengkap.
Saputra
(2001:6) “Bermain adalah kegiatan yang menyenangkan, kegiatan bermain sangat
disukainya siswa bermain yang dilakukan secara tertata, mempunyai manfaat yang
besar bagi perkembangan anak”. Manfaat bermain untuk perkembangan fisik adalah
apabila siswa memperoleh kesempatan untuk melakukan kegiatan yang melibatkan
banyak gerakan tubuh, maka tubuh siswa tersebut akan menjadi sehat.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode bermain adalah suatu cara yang
digunakan untuk mencapai tujuan dengan bentuk-bentuk permainan didalamnya yang
bersifat menyenangkan dan bermanfaat untuk menyehatkan tubuh..
Metode bermain yang akan digunakan oleh
guru untuk meningkatkan keterampilan melempar cakram adalah sebagai berikut:
(1) Siswa melakukan permainan lempar tangkap simpai melewati atas tali, (2)
Siswa bermain memasukkan simpai ke tiang, (3) Siswa melakukan permainan
menjatuhkan balok kardus dengan simpai.
Dari beberapa
jenis permainan yang ada, dan yang telah diuraikan di atas, permainan-permainan
tersebut mempunyai aturan dan cara pelaksanaan. Adapun aturan dan
pelaksanaannya akan diuraikan sebagai berikut:
a.
Permainan
Lempar Simpai
1.
Pelaksanaan:
Model permainan
ini di ambil dari buku dan telah dimodifikasi oleh peneliti dengan prosedur
pelaksanaannya yaitu; Siswa dibagi menjadi 4 kelompok, 1 tali dibuat untuk 2
kelompok, siswa mengayun dan melempar simpai dari posisi berdiri. Gerakan ini
dilakukan dengan sikap permulaan: badan menghadap kearah samping kanan dengan
kedua kaki di buka lebar dari sikap ini
siswa mencoba mengayunkan simpai ke arah depan atas kemudian mengayunkannya
kembali ke arah belakang. Ketika simpai berada di belakang badan, siswa
melakukan satu kali ayunan ke depan atas dengan kecepatan penuh kemudian
melepaskan simpai. Upayakan simpai melewati atas tali.
Gambar 2.5 Permainan lempar simpai
(Sumber: Roji, 2006:104)
2.
Perlengkapan:
a. 2
buah simpai berdiameter 80 cm
b. Tali
rafia
c.
4
buah tiang tinggi 2 meter
b.
Permainan
memasukkan simpai ke tiang
1.
Pelaksanaan:
Model permainan
ini di ambil dari buku dan telah dimodifikasi oleh peneliti dengan prosedur
pelaksanaannya yaitu; Siswa dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing 2 kelompok
menghadap ke 1 tiang. Mengayun dan melempar simpai dari posisi berdiri. Gerakan
ini dilakukan dengan sikap permulaan: badan menghadap ke rah samping kanan
dengan kedua kaki di buka lebar dari
sikap ini siswa mencoba mengayunkan simpai ke arah depan atas kemudian
mengayunkannya kembali ke arah belakang. Ketika simpai berada di belakang
badan, siswa melakukan satu kali ayunan ke depan atas dengan kecepatan penuh
kemudian melepaskan simpai ke arah tiang dari jarak 8 meter dengan ketinggian
tiang 2 meter usahakan agar simpai masuk ke tiang. Bagi kelompok yang paling
banyak memasukkan simpai ke tiang maka dinyatakan menang.
Gambar 2.6 Permainan memasukkan simpai ke tiang
(Sumber:
Carr.A, 2000: 227)
2.
Perlengkapan:
a. 2
buah tiang
b. 4
buah simpai berdiameter 80 cm
c.
Permainan
menjatuhkan balok dengan lemparan simpai
1.
Pelaksanaan:
Model permainan
ini di ambil dari buku dan telah dimodifikasi oleh peneliti dengan prosedur
pelaksanaannya yaitu; Siswa dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok
dituntut untuk menjatuhkan balok kardus yang diletakkan di ketinggian tertentu 2
meter dari permukaan tanah dengan jarak 8 meter, bagi kelompok yang paling
banyak menjatuhkan balok kardus maka dinyatakan menang.
Gambar 2.7 Permainan menjatuhkan balok dengan lemparan
simpai
(Sumber: Suherman, 2001:238)
2.
Peralatan:
a. Balok
kardus
b. 8
Simpai berdimeter 80 cm